October 17, 2013

Jejakkan Kakimu di Sana

Hidup di Ibukota
Dimana waktu berjalan cepat dan warga yang selalu telat
Bar & Club menjadi rutinitas yang dipersembahkan sebagai penyembuh kerja lembur yang sudah dinormalkan
Dimana cara berpakaian dijadikan penentu kelas sosial
dan terangnya lampu kendaraan di jalan menjadi satu satu nya panorama
Hidup terbiasa di tengah kemewahan
Sudah saat nya tanggalkan sejenak sepatu tinggi dirumah
Menikmati alam yang mengajak untuk belajar menyatu bersama nya

Disaat kujejakkan kaki diatas sana
Tersadar bahwa mata dan raga tercipta untuk digunakan melihat indahnya dunia
Bukan hanya bekerja
Bukan hanya duduk di kota
Dari atas gunung untuk pertama kali nya aku melihat
 Keindahan yang lebih indah dari lukisan
Lebih megah dari gedung pencakar langit di dunia
Terlupa bahwa bumi indah bukan hasil buatan manusia
Terlupa bahwa bintang masih setia menunggu diatas sana
Oksigen bersih masih bisa dihirupkan
 Waktu masih bisa berjalan lambat
Tanpa sadar ku berbisik pada-Nya
"Engkau memang Maha Besar"

***

Gunung Rinjani, Oktober 2013

August 21, 2013

Realita Sosial Dunia Kerja

 



Jangan pernah percaya dengan rekan kerja

Bahkan kepada ia yang paling baik kepadamu sekalipun

***

Kalimat diatas ialah kalimat sakti dari bos saya. Ia mengatakannya saat saya dipanggil khusus ke ruangannya untuk mengkonfirmasikan suatu kasus kantor. Diakhir pembicaraan ia mengingatkan untuk jangan pernah terbuai dengan rekan kerja yang baik. Ia berkata, "Dunia pekerjaan sangat berbeda dengan dunia pertemanan. Disini, di kantor mana pun di dunia ini sah-sah saja untuk saling bersaing dan menjadi musuh di dalam selimut. Kita disini bekerja. Memiliki tujuan untuk naik tangga terus, terus, dan terus sampai keatas. Kerja untuk mendapatkan apresiasi. Bukan untuk mencari sahabat."

Keluar dari ruangannya mata saya terbuka lebar. Bengong-bengong dikit kayak kesurupan. Kalimat padat berdurasi kurang dari 1 menit diatas berhasil mengubah total penilaian kepada rekan-rekan kerja saya. Sangat masuk akal. Saya jelaskan dalam 2 hal;

1. Bekerja untuk Tujuan
Orang yang bekerja pasti memiliki tujuan, walaupun dengan tujuan yang berbeda. Ada yang bertujuan hanya sebagai batu loncatan untuk ke perusahaan lain, namun ada juga yang bertujuan untuk merebut kursi manager keatas. Contoh, seorang manajer yang memiliki 3 anak buah mengundurkan diri. Calon manajer yang akan menggantikannya ialah salah satu dari 3 anak buah tersebut. Siapa yang pantas menduduki kursi manajer? Tentu bagi nya yang memiliki achievement tertinggi. Bisa jadi, achievement yang dilihat oleh manajemen ialah hasil jilatan. Orang yang sebenarnya lebih berkompeten, tidak terlihat karena kurang menjilat. Ini yang saya rasa dimaksud oleh bos saya tadi. Rekan kerja bukan sahabat, karena cepat atau lambat akan ada saat nya kalian diadu untuk dilihat siapa yang lebih achieved. Yang pasti, dari beberapa kursi untuk tingkat officer, hanya ada satu kursi untuk tingkat manager. Apakah rekan kerja akan memberikan kursi manager itu secara cuma-cuma? Dream on.

2. Sahabat membutuhkan loyalitas, rekan kerja membutuhkan profesionalisme
Jangan pernah lupa akan kalimat "orang bekerja untuk satu tujuan". Akan banyak kita temui seorang individu memiliki karakter yang berbeda saat ia sedang bekerja dan saat ia sedang berada diantara teman-teman nya. Seseorang bisa menjadi orang yang sangat menyenangkan dan loyal saat menjadi teman, namun menjadi orang yang licik saat menjadi rekan kantor. Hal ini tidak dapat disalahkan. Bagaimana pun juga, ia bekerja untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Bersaing merupakan salah satu caranya. Pertemanan ialah untuk selamanya, namun menjadi rekan kerja ialah untuk sementara. Dua orang di dalam kedudukan yang sama, satu saat nanti hanya salah satu yang akan naik pangkat. Dari pertemanan bisa menjadi persaingan. Inilah mengapa sebaiknya rekan kerja bukan dijadikan sahabat. Banyak cerita pertemanan bubar jalan karena masalah pekerjaan, karena memang pada dasarnya tujuan hubungan pertemanan dan tujuan hubungan kerja saja sudah beda, jadi memang lebih baik tidak disatukan. Di dunia kerja, Ia - orang yang paling kita percaya di kantor justru bisa jadi orang pertama yang menjatuhkan kita.

***
Banyak hal yang harus dipelajari di dalam sosial dunia kerja. Learning by doing sih jatuh nya, karena bila ditelaah, dunia kerja itu sangat kompetitif dan adu tonjos. Maka itu sebaiknya tempatkan diri kita sebagai aktor atau aktris yang sedang berperan di dalam nya. Saya tidak membicarakan untuk menjadi orang yang fake, namun harus bisa menempatkan diri kita saat sedang bekerja, dan saat sedang bersantai.

Saya bisa share sedikit hal-hal yang saya lakukan di dunia kerja. Walaupun bisa saja tidak sesuai, namun kemungkinan ada benar nya;

1. Mengetahui tujuan yang ingin dicapai
Tentukan dulu tujuan bekerja di kantor ini. Apakah untuk mengejar posisi tinggi di kantor atau untuk mengambil sebanyak-banyaknya ilmu dari kantor untuk ke perusahaan lainnya? Bila hanya bersifat batu loncatan, maka jangan cuma asal lewat. Belajar lah dari orang-orang kantor dimulai dari strategi yang mereka terapkan, cara presentasi yang mampu membuat semua orang yang mendengar terpengaruh, hingga problem solving terbaik. Selain orang internal, eksternal juga penting. Kenali client sebanyak mungkin dan dekatkan diri dengan mereka, bila mereka merasa nyaman dengan kita, bisa-bisa ditawari pindah kerja ke kantor nya. Nah, bagi yang tujuannya untuk mengambil posisi tinggi, maka berusahalah untuk tampil prima. Always speak up, jadi orang yang aktif dan berani. Jangan takut untuk jadi orang caper (cari perhatian) agar dilihat hingga divisi lain. Kalau yang saya lihat, untuk naik ke tingkat lebih tinggi bukan atas persetujuan manajer 1 divisi saja, namun juga dari divisi lain dan tentu nya HRD (Human Resouce Development). Jadi, kenaikan pangkat itu merupakan persetujuan dari banyak pihak. Manajer akan melihat performa kita berdasarkan apa yang kita lihat, divisi lain akan melihat performa kita dari yang mereka dengar, dan HRD akan melihat nya dari data yang terekap. Saya punya record di data HRD bahwa suka datang telat ke kantor. Ternyata itu sangat mempengaruhi penilaian kinerja kerja. Jadi jangan main-main dengan absensi, dari hal yang saya rasa sepele ternyata mampu menurunkan nilai yang cukup signifikan. Jangan di ikuti ya ;)

2. Tingkatkan Interpersonal Relationship yang baik kepada seluruh karyawan. 
Ada 2 hal yang bisa kita dapatkan dari hubungan yang baik, yaitu untuk membuat diri kita nyaman di kantor dan menjadikan taktik agar menonjol di kantor. Berlaku mulai dari rekan kerja selevel, bawahan, hingga atasan kita. Jangan berharap bisa survive dengan menjadi orang idealis. Kita yang harus mengenal karakter orang-orang ini bukan mereka yang harus kenal karakter kita. Dengan mengenal karakter yang pasti nya berbeda-beda, kita lama-lama akan tahu bagaimana cara meng-handle mereka, termasuk untuk mengenal si politikus kerja. Kita sebaiknya bawel dengan memberikan banyak masukkan saat meeting bila atasan suka dengan orang yang aktif. Kita boleh tebar pesona pada client yang melihat secara fisik. Kita boleh memenuhi meja anak design dengan makanan enak bila ide mereka timbul hanya saat perut kenyang. Bahkan, kita sebaiknya sering ajak partner kerja nongkrong setelah jam kantor bila ia melihat orang berdasarkan kedekatan pribadi dengan diri nya. Disamping itu, masih dengan tujuan untuk kebaikan diri kita sendiri, pengetahuan kita bisa sangat luas bila kita dekat dengan banyak pihak. Walaupun bukan orang Finance, namun alangkah baik nya bila kita tetap mengerti PPN dan PPH. Bukan orang Marketing namun menjadi nilai lebih bila kita mengerti brand planning.  Banyak orang hebat di kantor yang tidak selama nya di kantor tersebut dan bisa-bisa mendadak resign pindah kerja ke kantor lain. Jadi, jangan sungkan untuk dekatan diri dan minta sharing. Ambil semua pelajaran hidupnya yang menurut saya lebih berharga dari buku sekolah dan kuliah. Disini, Interpersonal Relationship akan menjadi satu satu nya guru gratis terbaik kita. Maka selama menguntungkan bagi kita yang tentu nya haus akan pengembangan diri, pergunakan dengan sebaik baik nya, selama bisa.

3. Berhati-hati dengan politik kerja
Musuh di dalam selimut. Ingat selalu point diatas tentang tujuan bekerja, yaitu untuk mendapatkan achievement. Di atas juga sudah dijelaskan bahwa teman kantor terdekat satu saat bisa menjadi saingan terbesar. Maka itu, tidak dapat disalahkan bila Ia yang ramah dan terlihat bisa diajak sharing hingga ke hal-hal detail bisa saja sebenarnya memiliki tujuan untuk mengetahui kekurangan kita untuk dijadikan alat. Ia nggak salah memiliki sifat seperti itu, karena sekali lagi ini ialah dunia kerja bukan dunia pertemanan. Kita yang harus bisa membaca agar bisa mengendalikan karena politik kerja sudah merupakan hal yang lumrah terjadi di kantor. Untuk nggak ikut berperan saya rasa menjadi hanya sekedar mimpi saja, karena pada kenyataannya kita bukan mempelajari untuk menghindar, namun belajar untuk bisa survive di dalam nya. Sharing hal pribadi menurut saya tidak masalah, asalkan tidak kelewat batas. Buang jauh-jauh rasa kepercayaan kepada rekan kerja dalam menceritakan aib kerja kita, entah perselingkuhan atau pun masalah kecurangan yang dilakukan. Hal itu bisa dijadikan alat untuk menjatuhkan. Mungkin nggak dalam waktu dekat, namun bisa ter-record untuk waktu panjang.

***

If you expect the world to be fair with you because you are fair, you're fooling yourself. That's like expecting the lion not to eat you because you didn't eat him (Unknown)

Suck it

June 3, 2013

Sosialita Generasi Muda Jakarta (Selatan)

Reproduction art deco

Kehidupan glamor Jakarta saya akui memang seru sekali untuk di bahas. Tulisan saya berjudul "Sosialita MY ASS" terus jadi rangking 1 pembaca terbanyak di blog ini, walaupun tanpa pembahasan mendalam dan hanya berupa ungkapan kekesalan belaka tentang anak-anak sok kaya. Dari sini saya berkesimpulan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang haus akan pembahasan sosialita. Semua hal yang membahas tentang sosialita berhasil menjadi sorotan masyarakat, salah satu nya ialah buku yang saya baca kemarin, "KOCOK" The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialities oleh Nadya Mulya dan Joy Roesma. Buku ini membahas kehidupan utama para istri hedon di kota besar, yang tidak salah lagi ialah Arisan. Arisan yang dijelaskan menjadi ajang pamer harta dan kasta sosial dijabarkan dengan detail sejembreng, yang tentu nya bikin saya cekikikan karena sangat familiar dengan yang saya kenal. Bagus sekali pembahasannya bagi orang yang ingin mengetahui seperti apa kehidupan para istri-istri kaya raya dan sangat cocok untuk dijadikan ensiklopedia dan buku pintar para social climber. You should buy that book.

Tidak sedikit dari buku tersebut yang saya akui memang itulah yang terjadi pada kehidupan orang Jakarta, walaupun kelakuan angkatan saya belum separah itu. Di umur 20an, kata sosialita masih belum menjadi pembahasan umum, lebih familiar pada "Anak Gaul Jakarta", yang sebetulnya isi nya mayoritas dari anak Selatan, lebih cocok disebut "Anak Gaul Jakarta (Selatan)", kita coba persingkat saja dengan AGJ(S). Saya jelaskan kenapa hingga ada penyebutan seperti itu;

AGJ(S) berisi sekumpulan anak anak dari kelas sosial B+ keatas (keatas nya bisa mentok sampai A+++), range umur 20-35 dengan penghasilan yang didapat dari pekerjaannya sebagai eksekutif muda atau turunan duit dari orang tua nya yang kaya raya. Nah AJG(S) ini memiliki kegemaran yang sama, yaitu bersosialisasi. Cara bersenang senang mereka ialah blend dan kenal sebanyak mungkin orang orang yang ada disana. Tenang, hanya segelintir orang kok yang snob banget, sisa nya mereka itu sangat friendly. Kenalan dan ngobrol sih mereka open banget. Hanya saja, untuk masuk ke kelompok nya itu yang memang benar benar harus sederajat.

AGJ(S) hidup sangat berkelompok. Bahasa lain nya ialah geng, tapi istilah geng itu kurang enak untuk didengar. Harus disebut kelompok karena anggota nya sudah terdaftar jelas dan menjadi 1 paket. Para kelompok ini dipertemukan setiap minggu nya di tempat hangout Jakarta yang sama dalam waktu yang sama, membuat kelompok A saling mengenal kelompok B, kelompok C, kelompok D dan seterusnya. Pertemuan intens ini membuat  mereka saling mempelajari siapa saja anggota nya. Berbeda dengan pembahasan di buku KOCOK, AGJ(S) tidak memiliki nama kelompok layaknya nama arisan. Namun para AGJ(S) ini sudah hafal betul siapakah dia dan berada di kelompok yang mana. Anggota yang berada di kelompok A akan jarang sekali mau bergabung di table kelompok B. Jelas karena numpang table orang lain itu sangat menurunkan eksistensi dan pride. Botol yang dibuka di table pun gak bisa sembarangan. Bukan merupakan keharusan sih, namun sudah menjadi peraturan tidak tertulis saja. Coba jabarkan kali ya? Jangan serius-serius amat ah these probably just a joke;

Tipikal Anak Gaul Jakarta (Selatan) :
1. Harus open table dengan pilihan alkohol nya Macallan, Vodka Grey Goose atau Martell. Mau mahal dikit boleh pilih Hennessy. Buka botol juga harus dilihat jumlah orang nya. Jangan mau disamain sama anak party baru keluar kandang yang biasanya dateng segambreng tapi botol nya cuma 1. Perlu diingat bahwa Absolut Vodka, Smirnoff, atau Jack Daniels sudah terlanjur mendapatkan cap khusus untuk anak anak kere;
2. Gak ada anggota yang jelek, kalau jelek sebaiknya tajir atau memiliki background nama keluarga yang menjanjikan;
3. All Access. Gak akan deh lihat anak AGJ(S) bayar cover charge. Sudah pasti pakai Guest List. Gak dapet Guest List? Mending cari tempat lain; 
4. Baju terserah mau pake apa yang penting tas nya branded
5. Hal yang wajar untuk kenalan dengan orang yang sama berulang kali. Bukan pelupa, tapi gengsi untuk nyebut nama duluan.
6. Last but not least, pantang minta foto bareng artis, "Yaiyalaaah hellooooh artis itu temen kita".

AGJ(S) hidup berkelompok. Saking berkelompok nya, bila ada anggota baru yang mendadak muncul di salah satu kelompok, pasti ada aja yang mempertanyakan. Siapa ini si newbie? Anak dari mana dia (dimaksudkan sebagai asal negara kuliah)? Dulu main sama siapa? Mereka kalau ada newbie begini biasanya bingung. Kok baru muncul sekarang? Pertanyaan akan terus bermunculan hingga latar belakang keluarga nya. Tidak obvious banget sih, karena mereka bukan anggota arisan, tapi pertanyaan diatas kerap muncul berbayang berdampingan dengan si newbie. AGJ(S) tidak terlalu melihat orang dari merek tas nya, namun lebih pada latar belakang ke-eksisan nya. Kalo tas, gak usah dipertanyakan, udah pasti branded juga. High heels juga gak mungkin lah pake yang murah. Mereka memang asik asik dan tahu betul cara bersenang senang yang high class. Tapi itu semua tidak terluput dari berbagai macam kekurangan. Pertama ialah kebiasaan ngomongin orang lain. Kalau ngomongin kelompok lain sih sudah lumrah. Baik baik di depan tapi ngomongin kejelekan anggota kelompok lain di belakang pun sudah di normalkan. "Yah, namanya juga anak Jakarta", katanya. Tapi kalo dalam kelompok yang sama bisa tuker-tukeran pasangan, hingga ngomongin jelek sesama anggota kelompok yang sama, cuma terjadi di sini. Wah omongannya bisa parah banget, fake gila. Ngerasa dia sempurna aja. Padahal semua sifatnya kurang lebih sama. Kekurangan kedua ialah merasa kelompok nya ialah kelompok yang paling eksis. Nah ini dia. Gawat. kelompok A dan kelompok B semua saling kenal, pasti akan ngobrol asik asikan dan foto bareng namun gak mungkin bersatu dalam satu table. Kalau pun cuma ada satu table sehingga mereka terpaksa jadi satu, kepemilikan botol nya beda-beda. "Eh ini botol gue bukan? Iya yang itu botol lo". Gak bakal lah mau keliatan minta. Harus kelompok nya yang terlihat paling eksis. Paling buka botol terbanyak. Paling cantik-cantik. Paling hebring diantara semua nya.

***

Itulah secuil gambaran Anak Gaul Jakarta. Berisi anak anak Selatan dengan pakaian yang wah namun gak norak. Anak anak orang kaya tapi gak berlebihan. Anak anak yang terlihat ramah namun ngomongin dibelakang. Semua ini hanyalah gambaran fakta yang ditulis untuk dibaca tanpa beban pikiran dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai salah satu gaya hidup anak muda Jakarta. Tentu nya bukan untuk menyinggung dan menyudutkan salah satu kelompok atau individu. Mau membenarkan atau menambahkan? Silahkan! Saya tunggu komentar anda :)

March 20, 2013

Macet Bukan Alasan

 

Saya sering datang terlambat ke kelas selama sekolah dan kuliah. Saya juga sering datang terlambat ketika janjian di satu tempat untuk hangout bersama teman-teman. Tapi dalam dunia kerja, keterlambatan seseorang itu dinilai tidak profesional, maka itu tepat waktu menjadi yang utama bagi saya.

Menghargai orang lain salah satunya ialah dengan datang tepat waktu, khususnya dalam dunia pekerjaan. Mau bekerja secara profesional mulailah dengan datang tepat waktu. Datang tepat waktu artinya menghargai waktu orang lain yang tentunya tidak selamanya berada untuk kita.

Saya tidak tahu apa yang mengakibatkan orang Indonesia terkenal dengan jam karet. Apa yang menyebabkan keterlambatan itu menjadi kebiasaan, di budidayakan dan menyatu dalam kultur masyarakat. Hingga pada titik dimana keterlambatan ditoleransi dengan kalimat "namanya juga orang Indonesia".

Kita dikenal tidak menghargai waktu. Emang benar kan? Selalu menyepelekan. Jalanan disalahkan. Lebih hebat lagi terlambat sudah di normalkan. Kalau terlambat sudah masuk ke dalam comfort zone, mau sampe 7 turunan kebawah pun pola terlambat tetap akan pada peringkat teratas dalam lifestyle orang Indonesia.

Siapa sih pioneer terlambat ini hingga menjadi tren? Keren abis lo.






*Ngedumel karena sudah nunggu 2 jam