March 19, 2018

Veneer Gigi & Simbol Sosial





Uniknya korban sosial pada masyarakat Jakarta dalam mendapatkan pengakuan sebagai status sosial atas kembali menjadi daya tarik saya untuk posting. Saya awali dengan pengertian asal muasal sampai ada nya sebutan korban sosial. Di semua Negara, status sosial dibentuk oleh masyarakatnya sendiri mengenai kedudukan sosial seseorang. Ada dua hal yang menjadi kriteria nya, yaitu masuk berdasarkan keturunan, misalnya lahir dari keluarga berada yang secara alami menjadikannya di kelas sosial atas dan atas dasar usaha pribadi, misalnya dari keluarga sederhana yang berkat kepintarannya masuk pada kelas sosial atas karena menjadi seorang pengusaha sukses. Status sosial ini kemudian memiliki penggolongan disebut stratifikasi sosial, yang memudahkan individu untuk menempatkan diri sesuai kategori nya atau mengejar kategori tertentu sesuai yang diinginkan. Dari semua, status sosial atas ialah yang paling dikejar, karena golongan ini lebih dipandang dan dihargai oleh masyarakat. Karena insting manusia ialah terus berkembang, hal yang wajar untuk individu terdorong dalam menggapai status yang lebih tinggi. Sayangnya, banyak yang menduga masuk pada status sosial yang lebih tinggi itu mudah. Sesungguhnya individu dari kelas sosial bawah yang maksa menjadi kelas sosial menengah akan dipandang sebelah mata, begitu pun juga individu dari kelas sosial menengah yang maksa menjadi kelas sosial atas, dijadikan bual-bualan oleh individu-individu dari kelas sosial atas itu sendiri. Masing-masing status sosial yang terdiri dari; atas, menengah dan bawah memiliki simbol yang menjadi kriteria. Hal utama nya ialah harta benda (mis. tempat tinggal, kendaraan pribadi, pakaian) dan gaya hidup (mis. olahraga kegemaran, cara bersosialisasi). Simbol ini yang diikuti seseorang dalam mendapatkan gelar status sosial yang diinginkan. Simbol yang biasanya diikuti ialah yang dapat terlihat oleh kasat mata. Jadi bukan pada besarnya tabungan, namun pada apa yang terlihat pada masyarakat, mereka-mereka ini disebut dengan korban sosial. Misalnya, salah satu simbol wanita kelas sosial atas ialah pake tas Chanel. Untuk membeli satu buah tas merek ini dibutuhkan uang puluhan juta. Hasrat ingin memiliki untuk sang korban sosial jauh lebih tinggi dibanding kemampuannya untuk membeli. Pemaksaan akhirnya terjadi dengan mendewakan pengrajin tas dari Cina karena mampu membuat tiruan nya dengan harga ¼ dari harga asli. Korban sosial semakin marak dan semakin tidak terkendali. Fenomena ini sudah lama terjadi dengan perkembangan simbol sosial yang semakin banyak. Kini bukan lagi hanya tas, bukan lagi merek mobil, bukan lagi tempat hangout. Yang terbaru ialah melakukan veneer gigi dengan pilihan warna lebih putih dari putihnya tembok rumah Inul Daratista di Pondok Indah.

Perkembangan simbol sosial semakin mudah diikuti dengan maraknya era digital yang bisa diakses oleh siapa saja. Untuk fenomena veneer warna seputih salju ini dapat dibilang berasal dari para influencer di Instagram. Sebenarnya veneer bukan hal yang baru dalam dunia kedokteran gigi. Pertama kali dibuat oleh dokter gigi Charles Pincus tahun 1928 untuk keperluan shoot film di California. Jadi dari awal memang dibuat untuk kecantikan, karena gigi yang bentuknya bagus, otomatis akan upgrade keseluruhan muka jadi lebih oke. Apalagi ini instant dan layaknya operasi plastik, bisa mengubah bentuk gigi jadi lebih sempurna. Nah, di Indonesia baru terkenal sekarang. Mungkin referensi nya yang salah, kurang informasi atau dokter gigi yang tidak memberikan konsultasi dengan benar, banyak orang melakukan tindakan veneer dengan memilih warna dan bentuk yang gak lazim. Either warna nya yang terlalu putih atau bentuk gigi nya yang gak cocok dengan bentuk muka. Berbeda dengan orang yang melakukan veneer natural look. Bagus banget hasilnya, sesuai dengan tujuan veneer itu sendiri. Sayangnya yang lagi marak di Jakarta kali ini bukan untuk menyempurnakan wajah, namun untuk pamer. HARUS BANGET giginya keliatan di veneer, mahal soalnya ya kan. Makin berkilau, makin keliatan jadi orang kaya. Logika melenceng nya kalau gak putih banget gak ada yang sadar kalo di veneer. Jadi ini lebih pada gengsi. Warna super duper white yang gak manusiawi dan bentuk gigi menjadi extra panjang dengan tambahan gigi kelinci menjadi yang paling favorit. Saya sih jujur liatnya pusing. Soalnya kalo lagi ngomong yang saya liatin ialah gigi nya, seharusnya eye contact kan, tapi jadi ke-distract. Belum lagi kalo foto bareng pake kamera HP, muka kita bisa gak keliatan karena flash nya mantul ke gigi sangking shining nya.  

Mengubah struktur muka agar lebih baik itu wajar. Namun sama hal nya dengan kasus operasi plastik, perubahan yang terlalu signifikan akan membuat muka jadi aneh. Contohnya operasi hidung. Ada orang yang jadi keliatan baguuus banget hidungnya walaupun kita tahu kalau itu operasi karena menyatu dengan struktur muka nya. Terbalik dengan yang hidung nya diubah dengan sangat signifikan, akan membuat keluar dari struktur muka normal. Untuk veneer, menurut saya akan bagus sekali apabila dibuat natural, sayang saja veneer malah dijadikan ajang gengsi nasional. Lihat deh aktor/aktris di hollywood. Hampir semua nya veneer, kayaknya udah sepaket saat make over di awal karirnya. Tapi karena veneer nya bagus, kita sebagai penonton fokus nya ke muka, bukan ke gigi. Terganggu loh. Liatnya bikin ganggu beneran. Muka yang cantik dan ganteng itu dilihat dari pancaran mata nya, bukan pancaran gigi. Situ mau orang ngobrol fokusnya ke gigi? Apapun yang berlebihan akan terlihat aneh. Jadi untuk kalian yang ingin melakukan tindakan veneer gigi, pilihlah yang natural look. Untuk kalian yang tertekan untuk bisa dipandang sebagai kelas sosial atas, jangan dipaksa ikutin fenomena punya gigi putih palsu, justru itu yang keliatan maksa. Juga untuk yang memang sudah punya uang banyak, konsultasi lah dengan dokter gigi yang benar. 

Jangan mau lah kau jadi lenong.