January 3, 2014

Di Kala Raga Mengalahkan Jiwa



Dalam hidup yang sedang saya jalani sekarang, hal pertama yang terlihat dalam review di tahun 2013 ialah dalam hal pekerjaan. Dalam satu tahun ini saya merasakan perkembangan yang cukup membanggakan bagi saya. Banyak hal berharga yang tidak didapat dari buku kuliah, pure dari hasil pembelajaran di lapangan. Salah satu nya ialah saat saya mendapatkan extend appreciation dari client yang jelas menyatakan kepuasan kinerja saya secara pribadi dan tim, hingga mengirimkan surat apresiasi khusus kepada Deputy General Manager, yang isinya ialah pernyataan akan kepuasan kinerja kerja yang amat sangat kepada saya dan tim dalam menangani event mereka. Hal yang membuat bangga ialah karena belum pernah terjadi sebelum nya di divisi kantor saya, baru tim saya yang mendapatkan, sehingga ini bisa dinilai sebagai sebuah prestasi yang membanggakan.

Namun diantara senyuman kesuksesan tersebut ada hal yang mengganjal. Keganjalan yang muncul saat mulai me-review kehidupan pribadi yang kemudian menghasilkan suatu pikiran yang menyudutkan pekerjaan. Ternyata, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja, saya sudah melewatkan lebih dari 2 (dua) pernikahan sahabat terdekat, lebih dari 3 (tiga) acara surprise birthday parties, belasan undangan brunch, lunch, dinner, nonton bareng, leha-leha dan moment lainnya bersama sahabat dan keluarga. Keganjalan yang menahan senyuman dan menggantikan-nya dengan kekosongan.

***

Di tahun 2013, pekerjaan mendominasi saya. Dulu sih bisa bangga ketika harus bekerja lembur, tetap bekerja saat weekend hingga tidak menghadiri acara keluarga karena harus ke kantor, seakan sibuk itu sebuah tanda kehebatan. Entah apa yang membuat saya tersadar (dan memang seharusnya sadar) bahwa tidak seharusnya pekerjaan menjadi yang utama. Pekerjaan bila didefinisikan merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menguntungkan pihak tertentu, bernilai imbalan yang memiliki dua jenis, yaitu imbalan dalam bentuk uang dan imbalan dalam bentuk karir. Imbalan uang biasanya dicari oleh pekerja yang sudah berkeluarga, sedangkan imbalan karir biasanya dikejar oleh pekerja muda seperti saya. Problema pekerja muda bila digeneralisasikan memiliki benang merah yang sama, yaitu mengedepankan karir dan mengesampingkan keluarga dan sahabat. Hal ini saya alami tanpa kesengajaan dan hanya bersifat keteledoran. Apa jadi nya hidup tanpa mereka? Keluarga dan sahabat ialah jiwa saya, sedangkan pekerjaan hanyalah raga. Kedua nya memang sama-sama saya butuhkan, namun tidak saling menjatuhkan dan mendominasi. Saat waktu pribadi dikalahkan oleh pekerjaan pada awalnya saya hiraukan dan diterima dengan ikhlas. Namun saat menjadi sebuah kebiasaan itu yang kini menghadirkan penyesalan. Terlalu banyak moment yang hilang. Sedih bila melihat foto-foto mereka tanpa kehadiran saya. Di acara besar seperti pernikahan sahabat atau liburan keluar negeri, hingga acara kecil seperti nonton bareng di bioskop atau makan ice cream sekalipun. Satu per satu moment terlewat dan saya jalani perlahan. Padahal masa dewasa muda ialah masa terindah. Dimana mayoritas belum ada keluarga yang harus ditanggung, namun sudah memiliki penghasilan tetap. Cicilan kredit dan masalah hidup masih dalam level terendah. Masa nya egois menikmati hasil jerih payah sendiri untuk diri sendiri. Saat seru nya merasakan Bachelor dan Bachelorette, kebanjiran undangan pernikahan teman, keseleboran gaji habis sebelum waktunya tanpa ada pihak lain yang keberatan, saat buat plan mendadak untuk weekend di  Bali, dan baaaanyak lagi lainnya. Saya tidak lagi ingin melihat kebahagiaan itu semua hanya dari pandangan kaca jendela kantor. Saya ingin ikut merasakan dan ikut menjadi bagiannya.

Tahun 2013 ialah tahun dimana saya merasa hebat namun lemah di sisi lainnya. Dengan pergantian tahun, saya rasa bisa dijadikan langkah awal yang tepat untuk belajar mengimbangi nya. Tidak ada yang mendominasi dan tidak ada yang dikesampingkan, semua mendapatkan bagiannya secara fair. Karena masa indah ini tidak akan bertahan lama dan akan berlalu tanpa pamit sesuai dengan perkembangan hidup. Maka, saat saya masih berada di dalam nya, akan saya lalui dan nikmati semaksimal mungkin. Sebelum masa ini diganti dengan masa problema rumah tangga dan fisik yang melemah, sebelum liburan backpackers bersama sahabat berubah menjadi liburan di hotel keluarga, sebelum berita pernikahan teman dan kelahiran anak pertama nya berubah menjadi berita duka cita, bahkan sebelum mereka terlalu terbiasa tanpa kehadiran saya. 

Apakah nanti terwujud atau tidak? Tergantung dari sebesar apa niat saya untuk mendapatkan jiwa kembali seutuhnya.