January 12, 2017

Menggapai

Ternyata tidak mudah untuk didaki.

Rintangan yang ada sebetulnya merupakan sebuah irama, terus bernyanyi di lagu yang sama.
Sudah beberapa kali rintangan datang, namun hampir semua tidak bisa dihindari.
Ada masanya irama itu bisa diikuti, namun didominasikan oleh lengah.
Lagu nya masih terdengar abstrak, padahal sudah cukup lama saya mendaki.
Tenaga yang tersisa terus terkuras, nafas yang dihempas hampir habis.
Apakah memang saya tidak pantas?

Mengapa puncak yang terlihat sudah dekat, kini kembali menjauh?
Angin yang semula meniup sepoi-sepoi berubah berhembus kencang seperti mengusir?
Rumput yang semula hijau kini menjadi lumpur kena hujan, mengunci kaki maju.
Semakin keatas kerikil pun semakin banyak, suara nya yang berhentakan dengan sepatu seperti bersenandung menikmati langkah yang tak bisa berpijak.

Semakin lama, irama ini seperti membentuk lagu baru.
Mungkin ia terlalu gelisah karena merasa saya tidak mampu.
Terlalu agresif seakan meminta saya untuk kembali ke bawah.
Hati ini tidak terima.
Diri ini menolak.

Susah untuk terima karena perjalanan ini sudah panjang.
Diantara alam semesta yang marah, saya mencoba berdiri diam menunggu harapan.
Saya pelajari buku panduan yang dipegang, mencoba kembali untuk mengerti.
Meminta toleransi.
Menunggu jawaban.
Betulkah saya harus putar balik ke belakang?
Apakah betul saya tidak lagi diberikan kesempatan?

Semoga suara kecil ini terdengar.
"Saya tidak mau pulang"



"Tidak mau pulang".